Sunday, December 30, 2012

cinta terlarang oleh orang tua



Menjalin hubungan tanpa restu orang tua bukanlah hal yang diinginkan

setiap pasangan. Saat memutuskan untuk menikah pastilah mereka
membutuhkan orang tua sebagai pembimbing dan "guru cinta" untuk
menjalani lika-liku kehidupan berumah tangga. Artinya, restu orang
tua terhadap hubungan dengan pasangan sangat diharapkan.
Kenyataannya, banyak orang tua menolak untuk memberikan restu itu
kepada anak dan pasangannya dengan dilandasi berbagai alasan.



Ada banyak perbedaan yang sering kali menjadi alasan mengapa orang
tua menyatakan ketidaksetujuan mereka. Karena menikah bukan hanya
menyatukan dua pribadi saja, tetapi juga dua keluarga. Masing-masing
pihak mungkin memiliki perbedaan-perbedaan yang dianggap amat
prinsip bagi orang tua dan dianggap tidak dapat membawa anaknya
kepada rumah tangga yang bahagia kelak.



Orang tua dapat mengungkapkan ketidaksetujuan mereka melalui
kata-kata, sikap tidak peduli atau sikap campur tangan yang
berlebihan, dan bisa juga melalui tindakan-tindakan yang dengan
jelas menunjukkan penolakan mereka.



Ketidaksetujuan orang tua terhadap hubungan anaknya selalu dilatari
oleh sejumlah alasan. Mari melihat alasan-asalan tersebut.



1. Perbedaan agama


Salah satu perintah Tuhan dalam hal pasangan hidup adalah supaya
kita memiliki pasangan hidup yang seimbang, dalam arti yang
seiman. Akan tetapi, anak muda yang mengabaikan firman Tuhan, yang tetap
menyebut diri Kristen, di zaman ini tidaklah sedikit. Alhasil,
tak jarang muda-mudi kita banyak yang menjalin hubungan justru
dengan pasangan yang tidak seiman. Tayangan televisi pun seolah
menegaskan bahwa pasangan tidak seiman pun dapat tetap bersatu.



Perbedaan agama inilah yang sering menjadi alasan kebanyakan
orang tua untuk tidak merestui hubungan anaknya. Penolakan
tersebut bukan karena mereka tidak ingin melihat anaknya bahagia,
tetapi tentu saja karena mereka merasa bertanggung jawab untuk
membimbing anak mereka turut pada perintah firman Tuhan, termasuk
dalam hal memilih pasangan hidup.



2. Perbedaan usia


Secara psikologis menikah dengan orang yang usianya terpaut
sangat jauh memang dapat menimbulkan beberapa kendala. Hal itu
juga dianggap tidak lumrah dan dapat menimbulkan pandangan yang
kurang baik dari masyarakat. Hal-hal seperti ini sering kali
dijadikan alasan orang tua untuk tidak merestui hubungan anaknya
dengan orang yang berusia jauh lebih tua atau lebih muda dari
anaknya. Selain tidak mau mendengar komentar negatif dari
masyarakat, alasan yang paling kuat biasanya karena mereka tidak
ingin banyak masalah terjadi dalam rumah tangga anaknya kelak
karena perbedaan usia yang sangat jauh tersebut.



3. Latar belakang keluarga


Azas bibit, bebet, bobot (istilah Jawa) masih sangat memengaruhi
pengambilan keputusan orang tua untuk merestui hubungan anaknya
atau tidak. Artinya, dalam memilih pasangan hidup, orang tua
ingin anak-anaknya memilih pasangan hidup dari keluarga
baik-baik, sederajat dengan keluarga mereka, memiliki status
sosial yang jelas dan baik dalam masyarakat, serta sehat jasmani
dan rohani. Dari segi ekonomi pun masih banyak orang tua yang
tidak ingin anaknya menikah dengan orang yang bertaraf ekonomi
lebih rendah. Begitu juga dengan pendidikan, jabatan, dan
lain sebagainya. Semuanya harus setara, jika bisa memilih yang
lebih baik dari yang telah dimiliki sang anak. Tidak direstuinya
hubungan anak karena alasan ini lebih banyak menyangkut harga
diri keluarga, untuk menghindari tanggapan miring dari
masyarakat, dan adanya ketakutan dari orang tua apabila anaknya
kelak tidak bahagia jika bibit, bebet, dan bobotnya tidak
seimbang dengan pasangannya.



4. Ras/suku


Di beberapa suku tertentu, menikah dengan orang bukan dari suku
yang sama dianggap sebagai pelanggaran adat yang berat. Selain
itu, pernikahan sesama suku ditujukan untuk menjaga kemurnian
darah kesukuan mereka. Suku-suku tertentu bahkan menerapkan
aturan jika ada anak yang menikah dengan pasangan yang bukan dari
suku yang sama, warisan nenek moyang tidak akan jatuh ke tangan
mereka. Biasanya hal seperti inilah yang sangat dihindari. Alasan
yang lebih modern mengenai pernikahan antarsuku adalah perbedaan
budaya kelak dapat menjadi pemicu perselisihan dalam rumah tangga
anaknya.



5. Tidak sehat jasmani atau rohani


Inilah alasan lain mengapa orang tua tidak menyetujui hubungan
anaknya. Adanya penyakit yang diidap oleh calon menantu, misalnya
AIDS, kanker, cacat fisik, ataupun penyakit terminal lainnya
dijadikan alasan kuat orang tua untuk tidak merestui hubungan
sang anak. Kebanyakan orang tua akan berpikir bahwa penyakit atau
cacat yang dimiliki oleh calon menantunya ini akan menjatuhkan
harga diri keluarga serta hanya akan membuat anaknya menderita
karena harus terus merawat pasangannya. Selain itu, mantan
pencandu obat-obat terlarang pun sering kali tidak luput dari
konsekuensi ini.



6. Masih ada hubungan keluarga


Ungkapan bahwa cinta dapat tumbuh kapan saja, di mana saja, dan
kepada siapa saja mungkin ada benarnya juga. Tidak sedikit
terjadi kasus seseorang jatuh cinta pada saudara dekat (misalnya,
kepada sepupunya, keponakannya, pamannya, dll.). Jika hal seperti
ini terjadi, bukan saja orang tua tidak merestui, tetapi juga
keluarga besar. Memang ini bisa menjadi alasan yang sangat kuat
karena berdasarkan pernyataan yang sudah umum di masyarakat,
pernikahan dengan saudara dekat dapat menghasilkan keturunan yang
cacat. Untuk menghindari hal tersebut biasanya orang tua sangat
berusaha memutuskan hubungan anak dengan pasangannya.



Jika orang tua tidak menyetujui dan tidak akan memberi restu akan
hubungan ataupun pernikahan anak mereka, apakah reaksi yang
diberikan sang anak? Reaksi yang paling aman sampai yang paling
ekstrim dapat menjadi respons mereka menanggapi penolakan tersebut.



1. Menuruti keinginan orang tua


Saat orang tua mengatakan tidak pada hubungan si anak dengan
pasangannya, biasanya hal ini dijadikan tanda bagi si anak bahwa
hubungan ini bukan hubungan yang dikehendaki Tuhan. Selain itu,
anak juga ingin menuruti firman Tuhan untuk selalu menghormati
ayah dan ibunya. Memutuskan hubungan dengan pasangan dan menuruti
kehendak orang tua merupakan salah satu bentuk pengorbanan anak.
Si anak ingin menunjukkan baktinya kepada orang tua meskipun
harus mengorbankan kebahagiaannya. Bisa pula ketika anak
melakukan ini karena alasan yang dipakai orang tua untuk tidak
merestui mereka adalah alasan yang masuk akal dan bisa diterima
dengan lapang dada oleh anak. Misalnya, calon menantunya ini
tidak memiliki pekerjaan yang jelas atau bukan orang yang seiman.



2. Trauma untuk berhubungan kembali


Saat anak memilih menuruti kehendak orang tua untuk memutuskan
hubungan dengan pasangannya, bukan tidak mungkin timbul trauma
dari diri anak sebagai salah satu bentuk kekecewaannya yang
terpendam. Anak menjadi trauma untuk berhubungan kembali dengan
lawan jenis dan memutuskan untuk tidak menikah (melajang) seumur
hidupnya.



3. Nekad melanjutkan hubungan meskipun tidak direstui


Banyak pasangan yang tetap bertahan dan memperjuangkan hubungan
mereka walaupun orang tua tidak merestuinya. Mereka masih
berharap orang tua dapat memberi restu di kemudian hari, meskipun
akan banyak halangan dan pengorbanan untuk itu. Biasanya jika
tetap tidak mendapatkan restu, mereka memutuskan untuk tetap
menikah (kawin lari). Yang lebih membahayakan lagi jika mereka
tetap melanjutkan hubungan dengan hidup bersama layaknya suami
isteri tanpa ikatan pernikahan yang sah (kumpul kebo).



4. Bunuh diri


Reaksi ini adalah reaksi yang bisa jadi paling tidak diinginkan
orang tua. Tetapi bukan tidak mungkin hal ini menjadi keputusan
anak. Saat merasa tidak mendapat restu dari orang tua dan segala
perjuangannya untuk mempertahankan hubungan sudah gagal, si anak
akan menunjukkan pemberontakannya dengan mengakhiri hidup.
Kemungkinan ini bisa semakin terbuka lebar apabila dalam
menyatakan penolakan orang tua hanya terus menerus menyalahkan
anak, tidak mau mendengar pendapat anak, bertindak kasar, dan
gelap mata terhadap anaknya.



Reaksi yang diberikan anak memang bisa berbeda-beda dan kadang di
luar dugaan orang tua. Sebenarnya, jika ketidaksetujuan bisa
disampaikan dengan baik disertai alasan yang sungguh masuk akal dan
menyentuh hati si anak, reaksi yang ditimbulkan mungkin bukan reaksi
yang merugikan. Sebaliknya, orang tua pun harus bijak
dengan mendengarkan terlebih dahulu alasan anak mengenai pasangannya
tersebut, mencernanya, lalu menjelaskan alasan ketidaksetujuannya.
Duduk bersama untuk tukar pikiran sebagai sesama orang dewasa tentu
akan lebih membantu untuk mencari jalan keluar bersama. Berdoalah
bersama-sama agar masing-masing pihak mengetahui kehendak Tuhan
dalam hidup si anak.



Untuk anak, jika berbagai macam usaha untuk berkompromi dengan orang
tua menemui jalan buntu, itu bukan alasan untuk mengambil jalan lain
dengan cara memberikan reaksi negatif. Jika pasangan kita tidak
seiman, alasan orang tua untuk tidak merestui hubungan kita
sebenarnya merupakan alasan yang baik. Firman Allah pun telah
memberikan rambu-rambu ini pada kita. Di sisi
lain, walaupun kita sudah seiman jangan pula menutup telinga
terhadap ketidaksetujuan orang tua kita. Kita juga perlu
mendengarkan pendapat mereka sebagai salah satu pertimbangan bagi
kita dalam mencari kehendak Tuhan.



Selain merugikan diri sendiri, reaksi-reaksi negatif yang
ditunjukkan dengan tidak menjaga kekudusan, selain merugikan diri
sendiri juga membawa kita jauh dari hubungan yang harmonis dengan
Tuhan. Harapan agar dengan memperoleh kehamilan orang tua akan
merestui hubungan merupakan hal yang tidak benar. Memang pada
beberapa kasus, orang tua dengan terpaksa mengizinkan pernikahan
anaknya daripada menanggung malu. Tapi itu bukan restu melainkan
keterpaksaan. Namun, tidak jarang pula orang tua justru meminta anak
untuk pergi jauh-jauh dari mereka dan hal itu dapat membawa masalah
yang lebih kompleks lagi.



Kawin lari terkadang juga menjadi pilihan sebagai reaksi negatif
anak terhadap ketidaksetujuan orang tua terhadap hubungan yang
dijalinnya dengan pasangan. Dengan kawin lari (perkawinan yang sah
walaupun tanpa restu orang tua) anak dan pasangannya berharap bisa
mendapat restu dari orang tua ketika suatu saat mereka kembali pada
orang tua. Pada beberapa kasus memang ada orang tua yang akhirnya
merestui pernikahan anaknya karena ternyata menantunya memiliki
sifat yang baik. Apalagi ketika pihak orang tua melihat rumah tangga
anaknya yang bahagia.



Meskipun restu orang tua dan kebahagiaan rumah tangga bisa saja
terjadi setelah kawin lari, bukan berarti hal sebaliknya tidak
jarang terjadi. Segala perbedaan di antara keduanya, yang mungkin
menjadi alasan orang tua untuk tidak merestui, bisa menjadi bumerang
dalam rumah tangga. Malahan, tak jarang yang akhirnya bercerai.



Apa pun alasan orang tua untuk tidak merestui hubungan sepasang
kekasih, jangan dijadikan sebagai alasan untuk tidak lagi
menghormati orang tuanya. Baik Anda maupun pasangan
Anda, tetaplah menunjukkan rasa hormat dan sikap positif kepada
mereka. Selain itu, tetaplah menjaga jalinan hubungan dan komunikasi
yang baik dengan orang tua. Hal ini penting karena perbedaan
pandangan yang ada mudah sekali menjadi konflik yang berkepanjangan.



Tetaplah bertekun dalam doa; satu hal yang tidak boleh kita
tinggalkan di saat-saat membingungkan ini. Jika kita yakin hubungan
ini benar dan dia memang pasangan hidup yang Tuhan sediakan bagi
kita, bawalah permasalahan ini ke dalam tangan Tuhan. Doakan orang
tua kita yang belum bisa memberikan restu, minta Tuhan supaya
memberi pencerahan kepada mereka. Selain itu, dukungan doa dari
saudara-saudara seiman juga akan menolong kita dalam menghadapi
masalah ini.






UNTUK PASANGAN YANG TIDAK MENDAPATKAN RESTU DARI ORANG TUA


1. Libatkanlah Tuhan dalam setiap pergumulan. Carilah kehendak Dia
dan pijakan yang kuat dalam Firman Allah untuk hubungan Anda.
Banyaklah membaca buku rohani untuk membangun karakter
masing-masing, terutama dalam mempersiapkan diri menuju
pernikahan.



2. Pertimbangkanlah calon pasangan Anda dengan baik, terutama segala
perbedaan yang ada dan kesiapan Anda untuk menghadapinya.



3. Carilah pembimbing rohani yang teruji dan memiliki pandangan yang
objektif dalam kehidupannya. Akan lebih baik jika pembimbing
tersebut sudah menikah. Jangan sembunyikan apa pun saat
berkonsultasi.



4. Jangan menutup diri terhadap pergaulan. Melalui pergaulan, Anda
bisa lebih memahami diri Anda dan apa yang Anda inginkan.



5. Buanglah keinginan untuk membela diri. Katakan apa yang benar dan
izinkan Tuhan membela kita. Dalam masa pergumulan, jangan
terpancing untuk menggunakan kelemahan orang lain untuk membela
hubungan Anda. Perkataan yang mencela hubungan Anda tidak boleh
ditanggapi dengan emosi, apalagi mencari kelemahan pihak lain dan
menyerang balik.



6. Tetaplah bersikap hormat dan rendah hati serta menjaga diri dalam
pergaulan berpacaran yang baik dan tidak bercela. Lingkungan
saudara seiman akan dapat menjaga Anda berdua dari salah
melangkah dan jatuh ke dalam dosa.



7. Bersikaplah dewasa dengan tidak mengabaikan tanggung jawab lain,
contohnya dalam urusan pekerjaan atau keluarga. Jika tidak, ini
akan menjadi peluang bagi pihak yang menentang Anda untuk
menyerang Anda melalui kelalaian Anda.



8. Berusahalah untuk melihat masalah ini secara positif dari sisi
orang tua Anda, serta tidak memaksakan prinsip yang Anda pegang
kepada orang lain.



9. Tetap atau terus membangun hubungan yang baik dengan orang tua
masing-masing.

No comments:

Post a Comment